Tuesday 14 July 2015

Melepas Kamu Yang Pernah Begitu Setia

source pic here
Setiap dari kita pasti punya nomer handphone yang tidak pernah berganti. Nomer itu juga seperti "trademark" pemiliknya. Begitu juga saya. Saya punya kartu SIM yang begitu akrab dengan diri saya. Nomer belakangnya 3947. Sejak awal 2014 nomer tersebut tidak begitu sering saya gunakan karena handphone yang saya gunakan untuk nomer tersebut bukanlah smartphone. Sementara dengan era sosial media saat ini dan dengan status seorang blogger (walaupun abal-abal) saya butuh smartphone untuk mensupport kegiatan dunia maya saya.

Parahnya dengan sifat pelupa saya yang kronis, saya sering lupa mengisi pulsa kartu SIM tersebut. Hingga akhirnya kemarin saya gagal mengisi pulsa si 3947. Bingung, saya segera ke GraPARI untuk mempertanyakan keadaan si 3947. Dan... si mbak GraPARI mengatakan nomer saya sudah tidak aktif lagi, tidak bisa diisi pulsa lagi meski saat ini masih bisa menerima telepon dan sms. Singkat kata, 3947 saat ini sedang mati suri dan hanya tinggal menunggu waktu saja untuk membuatnya berhenti total.

Pulang dari GraPARI saya mengutuk diri habis-habisan. Menyesali kenapa saya  begitu ceroboh tidak bisa mengingat kapan masa aktif 3947 habis. Tapi tepat pukul 00.05 tadi malam setelah menyelesaikan Intertwine saya mencoba menelaah kenapa hal ini bisa terjadi.

Sisi realistis saya berkata mungkin saja ini terjadi memang murni karena kecerobohan saya yang tidak mengingat kapan masa aktif nomer itu berakhir.

Namun sisi romantis dan melankolis saya punya pandangan yang berbeda.

Wednesday 1 July 2015

Sesederhana Itu...

Belakangan ini saya lagi kerajingan buka Youtube dan menonton video audisi menyanyi dari berbagai negara. Entah audisi apa saja. X Factor, The Voice, Rising Star, you name it. Tapi saya juga mulai keranjingan membaca komentar-komentar yang muncul tentang si penyanyi atau malah tentang si juri.

Yah... namanya juga komentar dari berbagai banyak kepala, pasti penyampaiannya juga beragam. Ada yang halus, namun nggak sedikit juga berkomentar kasar. Mulai dari pelafalan bahasa Inggris yang kurang tepat buat penyanyi yang tidak memiliki bahasa Inggris sebagai bahasa ibu mereka hingga komentar suara sang penyanyi yang dinilai luar biasa jelek bahkan tak layak jadi pemenang jika memang si penyanyi itu berhasil memenangkan acara tersebut. Nggak ketinggalan juga kalau penyanyi tersebut mengenakan atribut keagamaan seperti jilbab atau si penyanyi beragama muslim. Muncul deh komentar yang rasis hingga menjelekkan agama satu sama lain.

Sedemikian terkotakkah hidup?

Sedemekian pendekkah pemikiran?

Acara-acara itu pada dasarnya dibuat bertujuan untuk bersenang-senang. Tapi sebagian besar dari kita justru menjadikannya sebagai bahan untuk saling mengolok dan menjelekkan.

Padahal, belum tentu yang berkomentar itu bisa bernyanyi.
Padahal, belum tentu yang berkomentar itu memiliki suara sebagus yang dikomentarinya.
Padahal, belum tentu yang berkomentar itu bisa tampil luwes menghadapi ratusan/ribuan pasang mata.
Padahal, belum tentu yang berkomentar itu rajin beribadah seperti yang disinggung-singgungnya.