Wednesday 1 July 2015

Sesederhana Itu...

Belakangan ini saya lagi kerajingan buka Youtube dan menonton video audisi menyanyi dari berbagai negara. Entah audisi apa saja. X Factor, The Voice, Rising Star, you name it. Tapi saya juga mulai keranjingan membaca komentar-komentar yang muncul tentang si penyanyi atau malah tentang si juri.

Yah... namanya juga komentar dari berbagai banyak kepala, pasti penyampaiannya juga beragam. Ada yang halus, namun nggak sedikit juga berkomentar kasar. Mulai dari pelafalan bahasa Inggris yang kurang tepat buat penyanyi yang tidak memiliki bahasa Inggris sebagai bahasa ibu mereka hingga komentar suara sang penyanyi yang dinilai luar biasa jelek bahkan tak layak jadi pemenang jika memang si penyanyi itu berhasil memenangkan acara tersebut. Nggak ketinggalan juga kalau penyanyi tersebut mengenakan atribut keagamaan seperti jilbab atau si penyanyi beragama muslim. Muncul deh komentar yang rasis hingga menjelekkan agama satu sama lain.

Sedemikian terkotakkah hidup?

Sedemekian pendekkah pemikiran?

Acara-acara itu pada dasarnya dibuat bertujuan untuk bersenang-senang. Tapi sebagian besar dari kita justru menjadikannya sebagai bahan untuk saling mengolok dan menjelekkan.

Padahal, belum tentu yang berkomentar itu bisa bernyanyi.
Padahal, belum tentu yang berkomentar itu memiliki suara sebagus yang dikomentarinya.
Padahal, belum tentu yang berkomentar itu bisa tampil luwes menghadapi ratusan/ribuan pasang mata.
Padahal, belum tentu yang berkomentar itu rajin beribadah seperti yang disinggung-singgungnya.


Sama sih kalau dibalikkin ke hidup. 

Setiap orang pasti pernah menerima komentar negatif tentang dirinya. Nggak menutup kemungkinan juga kalau kita sering memberi komentar negatif terhadap yang lain. Padahal nggak seorang pun di dunia ini punya hidup sesempurna dongeng di buku atau film. 

Pernah nyadar nggak sih kalau orang-orang yang sering kita beri label negatif sebenarnya nggak ingin punya label tersebut di diri mereka?

Nggak ada orang gendut yang ingin terlahir dengan bentuk badan seperti itu.
Nggak ada orang berkulit hitam/coklat yang ingin terlahir dengan warna kulit seperti itu.
Nggak ada orang bergigi tonggos yang ingin terlahir dengan kondisi gigi seperti itu.
Nggak ada orang pendek yang ingin terlahir dengan tinggi badan seperti itu.
Nggak ada orang berkacamata yang ingin terlahir dengan kondisi mata yang seperti itu.
Nggak ada orang cacat yang ingin terlahir dengan kecacatan yang mereka punyai.

Tapi mereka semua nggak bisa mendadak menghadapi langit lalu mencak-mencak protes kepada Tuhan. Mereka juga nggak bisa bersujud menangis berember-ember meminta pada Tuhan menjadikan mereka sesempurna yang dicitrakan saat ini. 

Mungkin ini klise, tapi...

Menghina orang lain tidak membuat hidup kita jadi sempurna.
Mengejek orang lain tidak membuat kita tampil lebih cantik.
Mem-bully orang lain tidak membuat kita menjadi lebih unggul.

Pernah nyadar nggak sih kita semua ini semuanya sama-sama mahluk ciptaan-Nya?
Pernah nyadar nggak sih kalau menghina ciptaan Tuhan berarti menghina Tuhan itu sendiri?
Pernah nyadar nggak sih kalau misalnya Tuhan mendadak bosen melihat gaya kita yang songong, sombong, sok keren dan membalikkan hidup kita hingga 180 derajat?

Nggak bermaksud menggurui, namun ini juga menjadi self reminder buat saya juga.

Mulai sekarang cobalah memandang sesuatu hal dari sudut pandang yang lain.
Mulai sekarang cobalah menutup mulut terhadap hal-hal yang tak sepatutnya diucapkan.
Mulai sekarang cobalah hidup dengan lebih banyak bersyukur, tersenyum dan tertawa.
Mulai sekarang cobalah menjalin lebih banyak pertemanan bukan permusuhan.

Sesederhana itu...

.:: you may say I'm dreamer, but I'm not the only one ::.

No comments:

Post a Comment